Bapak Ibu saya adalah orang Jawa. Sayangnya hingga kini saya belum bisa berbahasa Jawa dengan baik karena di rumah Bapak Ibu memutuskan untuk berbicara Bahasa Indonesia. Sudah lama saya ingin belajar. Saya sudah mulai sedikit-sedikit. Mencoba berbicara dan bertanya kepada Ibu atau saudara saya di rumah bagaimana mengatakan ini atau itu.
Suatu kali, saya menaruh tulisan di Facebook dalam Bahasa Jawa. Namanya belajar. Jadi ada yang belum sempurna. Alih-alih diberi masukan untuk perbaikan, beberapa respon menertawakan bahasa Jawa saya. Bahkan dikatakan sudahlah, kembali ke berbicara Bahasa Inggris saja sebagaimana biasa.
Sejenak saya tertegun. Ada rasa sakit ditertawakan seperti itu. Saya tanggapi, “Jangan ditertawakan donk. Bantu saya memperbaikinya”. Dengan baik hati, teman-teman membantu menyempurnakan kalimat yang saya tulis.
Kejadian ini telah lama berlalu. Yang menarik, rasa sakit yang sejenak muncul itu masih terasa di saya. Rupanya rasa sakit lama. Bukan semata karena Bahasa Jawa saya jauh dari sempurna. Tetapi karena rasa sakit akibat ditertawakan dan dicemooh secara umum, yang rupanya masih bersemayam dalam bawah sadar saya. Continue reading